Mengawali tulisan ini, [ penulis ] mengajak siapapun yang membaca coretan tangan ini, sedikit flashback [ kilas balik ] saat menyusuri sepanjang jalan pasar minggu – kalibata, tentunya tidak sendirian, ada Imron Muzaki yang menjadi pengemudi motor supra hondanya, meskipun motor hasil meminjam. Perjalanan itu dalam rangka silaturahmi teman sekampus [ Hasan Al-Jaizy ], intinya sih lagi nego modem GSM-nya yang sudah kedaluarsa dan gak terpakai lagi [ mungkin jadul dan tertinggal dari keluaran produk terbaru ]
.
Selama
perjalanan banyak dokumentasi terekam dalam HP bodolku, dari beragam para
pedagang, musafir, pejalan kaki, berbagai bangunan, pepohonan, bermacam-macam
kendaraan, dan pemandangan-pamandangan unik lainnya, yang kadang mengelitik dan
memanjakan mata, dan sesekali terlihat hal-hal yang membosankan mata.
Satu
hal yang terekam jelas dalam flashdisk otak saya, saat para pedagang kecil
terlihat ramainya menjajakan dagangannya, mulai dari pedagang kaki lima,
penjual tempe, sayuran, rempah-rempah, pakaian, sepatu, pernik-pernik, makanan
ringan, tukang sol, reparasi jam, stempel,…….sampai pedagang beragam
buah-buahan yang menggiurkan, dari buah salak sampai buah mangga.
Setiap
harinya, beratus pasang mata pasti melirik dan tertarik untuk melihatnya, atau
bahkan menggerakan hatinya untuk lebih mendekat, mencicipi lalu membelinya.
Tapi, tak sedikit pula dari sekian ratusan pasang mata yang memandang remeh
mereka, entah itu terpancar dari si pejalan kaki, atau pengendara sepeda motor,
terlebih mereka yang duduk empuk di atas kursi mobil pribadinya.
Berawal
dari selintas flashback di atas, saya hendak menasehati diri dan siapa saja
yang membaca tulisan [ pembuat status ], tapi bagi yang bosan akan NASIHAT
silahkan berhenti saja dari membacanya [ cukup sampai kata terakhir dalam
paragraph ini ].
[ 1 ] Jangan pernah
menganggap remeh dan hina orang lain [ entah karena status sosial yang
lebih rendah dari kita, atau cacat fisik yang membuatnya tidak bisa berbuat sebebas
seperti kita, bahkan para pengemis maupun pangais sampah yang tak mengenal
hidup sehat dan hidup bersih, yang penting mereka bisa bertahan hidup dari
ganasnya kehidupan sekelilingnya ]. Karena semua itu tak ada bedanya di hadapan
Alloh Sang Pencipta, yang terbilang dan terhitung dalam pandangan-Nya hanyalah
ketakwaan dan keimanan yang tertancap dalam dadanya. Alloh berfirman;
إن أكرمكم عند الله أتقاكم
[ Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.]. [ QS. Al-Hujurat; 13 ]
Harta dan dunia hanyalah
titipan, atau ujian bagi pemiliknya. Juga status sosial, atau kekurangan maupun keindahan
fisik seseorang.
[ 2 ] Berhusnudzon [ berpersangka baik ] lah
terhadap orang lain, Karena apa yang kita anggap baik belum tentu itu baik
dalam pandangan Alloh, sebaliknya tidak semua yang kita pandang buruk, itu
pasti buruk dalam pandangan Alloh. Alloh berfirman;
وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسى أن تحبوا شيئا وهو شر لكم
[ boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal
ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi ( pula ) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia
Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui ]. [ QS. Al-Baqarah; 216 ]
Dan setiap apa yang terbesit
dalam hati, semua terekam dalam cacatan Alloh, entah itu baik atau buruk. Oleh karena itu, jagalah
hati, pelihara dan selalu awasi
gerak-geriknya, janganlah ia terlepas dari kekangnya untuk membisikan keburukan
dalam raga kita.
Contoh;
Terkadang kita memandang
hina pedagang buah mangga, atau pedagang kecil lainnya, karena tampangnya yang
awut-awutan, kucel, apa adanya, atau karena laba yang mereka dapat tidak
seberapa dibanding gaji kita yang berjuta-juta. Tapi, jangan pernah terpikir
seburuk itu, bisa jadi mereka hamba Alloh yang rajin menjaga shalat wajib, tak
tertinggal dari berpuasa sunnah, hatinya lebih polos dan jauh lebih derma
dengan uang yang sekedarnya, bahkan tak lupa untuk menghidupkan malamnya dengan
tahajud dan munajat akan Penciptanya. Justru, kita berhutang budi pada
mereka yang rajin ibadah dan shalat malam, karena mereka, Alloh menahan dan
menangguhkan musibah tertimpa di sekitar kita.
[ 3 ] Jangan remehkan aliran peluh keringat
perih orang tua. Mungkin, kita telah hidup mapan dan enak di Jakarta atau
kota-kota besar lainnya, Jauh dari orang tua [yang tinggal di kampung ] yang
telah membesarkan kita, berjuang dan bekerja keras menempa kita yang akhirnya
menjadi terpandang seperti sekarang ini [pengusaha, pembisnis, pejabat,
peneliti, pengamat, ….].
Dulu, semasa kita kecil, orang tua kita
menempuh berbagai usaha, mulai dari pedagang kecil, buruh sawah, buruh
bangunan, penambang pasir, penjual gorengan, dan…..semua itu demi kita,
semua itu demi anak-anaknya, semua itu demi kebaikan dan kemapanan anaknya
kelak dewasa. Janganlah kita padang remeh dan hina para pedagang kecil,
para buruh sawah, kuli bangunan, penjual gorengan, atau yang lainnnya. Kalau
kita menganggap remeh mereka, berarti kita meremehkan orang tua kita,
menanggalkan pengormatan akan jerih payahnya selama ini, mencampakkan penghargaan
kepadanya, atau menjadikan mereka bukan orang tua kita.
“ Berbuat baiklah kepada
kedua orang tua kita, niscaya anak-anak kita akan berbakti kepada kita “. Apapun kondisi orang tua
kita, bagaimana pun keadaan ekonomi mereka, orang tua tetap orang tua, dan
berbakti kepada keduanya adalah kewajiban yang harus di kedepankan setelah
berbakti kita kepada Alloh.
“ Jangan pernah lewatkan
mereka tersebut dalam doa kita, siang maupun malam, lapang ataupun sempit,
bahagia atau duka.”