Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

Saat Umur Tersiakan


Hidup adalah perjuangan, pengorbanan, ada sengsara maupun bahagia, ada suka dan duka, ada manis dan pahit, ada susah dan mudah dan sebaginya. Inilah retorika dan sandiwara dunia, seni dan warna kehidupan. Semua orang sepakat bahwa kemuliaan harus dicapai dengan semangat juang dan pengorbanan yang tinggi, dan hal itu berlaku umum untuk semua jenis kemuliaan, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrowi.

Maka, untuk meraih kemuliaan dan kedudukan yang tinggi di sisi Alloh kelak di hari kiamat jauh lebih membutuhkan semangat juang, pengorbanan, dan prioritas yang tinggi dibandingkan yang lainnya. Karena kemuliaan seorang hamba di sisi-Nya tak ada satupun yang dapat mengimbanginya dari kemuliaan-kemuliaan dunia yang telah mereka capai dan rasakan, dan seandainya seluruh kemuliaan dunia dikumpulkan menjadi satu, niscaya hal itu tidak akan mampu menandingi satu kemuliaan seorang hamba yang ada di sisi-Nya.

Dan kehidupan dunia berujung dan bertepi, ajal dan kematian adalah tepi-tepi yang menjadi batas penuh misteri. Pengorbanan dalam lautan hidup terkait erat dengan waktu yang menjadi ajalnya. Saat sang misteri ini menampakkan kehadirannya, datang menyapa dan mengisyaratkan akan habisnya waktu untuk berjuang, maka pada saat yang sama tidak ada tawar menawar diantara mereka. Meskipun ia menangis darah sekalipun atau bersimpuh dalam sujud penyesalan yang paling sesal kepada-Nya.

Misteri kematian tetap tidak akan mengurungkan langkahnya sedikitpun, menerima tawaran untuk menangguhkan perjanjian, atau memberinya tenggang waktu walau sedetik. Ia tetap komitmen untuk mengakhiri masa perjungan manusia yang sudah menjadi ajalnya, bagaimanapun kondisinya. Dan inilah tugas mereka tanpa ada penyimpangan sedikitpun di dalamnya dalam melaksanakan perintah Alloh.

Alloh telah berfirman:

ولكل أمة أجل فإذا جاء أجلهم لا يستأخرون ساعة ولا يستقدمون

[ Dan setiap umat mempunyai ajal [ batas waktu ], apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun ] [ QS. Al-A’raf ; 34 ]

Perjungan hidup untuk meraih kemuliaan memiliki interaksi yang sangat erat dengan dimensi waktu. Waktu adalah perjalanan dan perputaran tanpa mengenal kata kembali. Manusia tumbuh dan berjalan seiring dengan waktu, mulai dari buaian sang ibu sampai menjadi sosok yang sangat renta dan lemah. Setelah itu tak mungkin baginya untuk mengulang. Masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa telah ia lalui hingga sampailah ia pada masa tua yang renta yang sudah sangat dekat dengan ajalnya.

Salah seorang penyair berdendang dengan syairnya:

ليت الشباب يعود يوما

Duhai masa muda itu kembali dalam sehari saja

Orang yang cerdas dan berakal pasti akan melihat dan memilih yang terbaik untuknya. Ia pun akan memanage waktunya dengan sebaik-baiknya, mengerjakan tugas tanpa ditunda-tunda, membuang jauh lamunan, khayalan atau sekedar angan-angan kosong, tapi ia ganti dengan cita-cita yang tinggi dan mulia, berusaha sekuat tenaga untuk melakukan belbagai hal yang akan mendukung tercapainya cita-cita yang menjadi impiannya, do’a kepada-Nya juga tak luput ia panjatkan, bahkan senantiasa mengiringinya setiap saat.

Dirinya berusaha untuk mengapresiasikan motto yang sudah tidak asing lagi, yaitu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Dengan demikian, hari-harinya akan terlewati dengan nilai-nilai yang baik, bermanfaat, dan jauh dari perbuatan dosa dan sia-sia.

Bahkan ia akan merasakan bahwa waktu yang dimilikinya benar-benar begitu singkat dan hari-hari yang ia lalui begitu cepat terlewatkan dan berlalu. Padahal masih banyak sekali kebaikan-kebaikan yang belum sempat ia kerjakan. Begitulah usia kita, begitu singkat dan pendeknya, cepat berlalu, dan di saat yang sama ia sedang mengantarkan kita untuk mendekati pintu gerbang akhirat.

Jikalau dirinya ingat akan perputaran waktu yang begitu cepat, jatah waktu yang diberikan begitu singkat, dan kematian yang akan menjemputnya dengan tiba-tiba, niscaya ia akan meneteskan butiran-butiran beningnya air mata yang tulus keluar dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ia pun takkan kuasa untuk menahan isak tangisnya, hatinya akan luluh tergetar merasakan apa yang sesungguhnya, dan akhirnya ia pun kembali bersimpuh di hadapan Alloh, takut dan berharap penuh kesungguhan, cinta pun mengalir penuh dengan kerinduan akan rahmat dan ampunan-Nya.

Namun, semua itu tertutup dan tersumbat dalam hati orang-orang yang bodoh dan tertipu, atau mereka yang berakal namun enggan untuk menggunakan akalnya. Saat hiasan dunia dan syahwat terus meliputi dirinya, ia telah membuat dirinya larut dalam kelalaian, kenistaan, dan kehancuran yang tak terelakan dan menyedihkan.

Wallohu a’lam bishowab
Share:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers