Pernahkah
kita melihat rumah yang diklaim sebagai rumah terindah dan termegah di dunia?
Secara kasat mata sepertinya kita belum pernah melihatnya. Tapi, setidaknya
foto-foto yang disuguhkan laman google cukup mengobati rasa penasaran kita. Selintas kita bisa menilai, rumah-rumah itu tidaklah dimiliki melainkan oleh
para miliader dunia. Bisakah kita memiliki rumah semacam itu? Sepertinya
cukuplah dalam mimpi jawabannya.
Alih-alih bermimpi
tinggal di istana, semacam istana backinghoom. Bisa berteduh bersama istri anak
dengan nyaman, sekalipun masih ngontrak, kita sudah sangat bersyukur kepada
Allah. Berapa banyak saudara-saudara kita, bahkan kita sendiri, menghabiskan
separuh harinya bahkan lebih, siang menjadi malam dan malam menjadi siang, mengorbankan
masa-masa indah bersama istri dan anak-anak, hanya berharap agar tidak
beratapkan tenda dan hidup nomaden layaknya orang-orang purba di belantara hutan
Sumatra. Memang, menjadi miliader kelas dunia bagi kita dengan koleksi hunian
super mewah hanyalah mimpi.
Betapa
indah dan megahnya hunian di Surga
Tapi saat kita
merujuk kepada al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi a, hunian
super mewah di dunia semacam itu belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hunian
yang Allah q sediakan di surga. Untuk memilikinya pun bukanlah
mimpi, bahkan seorang mukmin yang paling miskin pun bisa meraihnya, dan hal itu
bukanlah perkara yang mustahil.
Allah q berfirman:
ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲﯳ
“Tetapi
orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, mereka mendapatkan kamar-kamar (di
surga), di atasnya terdapat pula kamar-kamar yang dibangun (bertingkat-tingkat)
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. az-Zumar: 20)
Bayangkan! betapa indahnya hunian semacam ini, di bawah kamar-kamarnya mengalirlah sungai-sungai, belum lagi keindahan interior yang bisa dinikmati dari dalam dan luar, atau sebaliknya. Berbeda sekali dengan rumah di dunia yang keindahan interiornya tidak bisa dilihat dari luar, atau sebaliknya.
إِنَّ فِيْ الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُوْرُهَا مِنْ بُطُوْنِهَا وَبُطُوْنُهَا مِنْ ظُهُوْرِهَا
“Sesungguhnya di surga itu ada
kamar-kamar, sisi luarnya dapat terlihat dari dalam dan sisi dalamnya bisa
terlihat dari luar.” (HR. at-Tirmidzi no. 1984, hadits hasan)
Konstruksinya
juga sangat menawan dan kokoh karena terbuat dari bahan-bahan mulia. Saat menafsirkan ayat, yang artinya, “Mereka (orang-orang mukmin)
kekal di dalamnya, dan (mendapat) tempat yang baik di surga ‘Adn,”[1]
Imam al-Qurthubi berkata, “(Tempat yang baik maksudnya ialah) istana-istana
yang terbuat dari zamrud, mutiara dan yakut yang wanginya bisa tercium dari
jarak lima ratus tahun.”[2] Ada juga yang berbahan emas dan perak.[3]
Keindahan
dan kemegahan hunian itu tentunya bukanlah seperti pepes kosong, tapi ia dilengkapi
pula dengan perkakas yang indah, mewah lagi megah yang tidak ada bandingnya di
dunia ini. Mulai dari dipan yang bertahtakan emas dan permata, kasur yang tebal
lagi empuk, bantal-bantal yang hijau, permadani dari sutera yang lembut, bejana-bejana
emas dan perak. Belum lagi hunian itu dikelilingi oleh taman-taman yang indah
sekali, mata airnya yang jernih, sungai-sungai yang terus mengalir, aneka
pepohonan yang rindang dan berbuah lebat.[4]
Bahkan untuk melintasi bayang-bayang pohon surga dengan menaiki kuda yang cepat,
waktu seratus tahun tidaklah cukup untuk menempuhnya.[5]
Juga terdapat kemah-kemah yang terbuat dari mutiara.
إِنَّ لِلْمُؤْمِنِ فِيْ الْجَنَّةِ لَخَيْمَةً مِنْ لُؤْلُؤَةٍ وَاحِدَةٍ مُجَوَّفَةٍ طُوْلُهَا سِتُّوْنَ مِيْلاً لِلْمُؤْمِنِ فِيْهَا أَهْلُوْنَ يَطُوْفُ عَلَيْهِمُ الْمُؤْمِنُ فَلاَ يَرَى بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sesungguhnya seorang mukmin ketika
nanti di surga akan memiliki kemah yang terbuat dari sebutir mutiara yang
berrongga, panjangnya enam puluh mil, di sana orang mukmin tersebut akan
memiliki istri-istri, mereka semua akan digilir, tapi mereka tidak melihat satu
sama lain.” (HR. Muslim no. 7337)
Ibnul Qayyim berkata, “Kemah-kemah ini bukanlah kamar maupun istana, melainkan kemah yang berada di taman-taman dan di tepian sungai.”[6] Kemah-kemah ini berbentuk persegi empat mirip rumah milik orang-orang badui. [7]
Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Rugi,
apabila umur dan
waktu kita tergerus habis hanya demi meraih mimpi memiliki
rumah yang
indah nan mewah di dunia ini. Namun hunian super indah
nan mewah di surga luput dari genggaman kita. Lebih merugi lagi, ketika di
dunia ini rumah kita hanya ngontrak. Setidaknya, jangan sampai kita terjebak
dalam dua kali kerugian ini. Apabila kita tidak memiliki rumah sendiri di
dunia, setidaknya rumah di surga jangan sampai lepas dari kita.
Kini, tiba saatnya kita tiada lagi bermimpi, mulailah mengangsur untuk memiliki hunian super indah nan mewah, yang disediakan oleh Allah di q surga, yang nantinya akan kita tempati selama-lamanya, dengan izin Allah q. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?!! Banyak alternatif angsuran yang Allah q sediakan, di antaranya:
1.
Membangun masjid
Saat kita diberi kelapangan harta, sisihkanlah sebagiannya untuk membangun masjid-masjid di lokasi yang strategis dan dibutuhkan umat. Tidak perlu kita membeli atau membangun rumah baru. Karena membangun masjid adalah upaya kita membangun rumah yang sesungguhnya; rumah abadi di surga yang tidak akan pernah rapuh dan runtuh.
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Rasulullah a bersabda:
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ تَعَالَى بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa
membangun masjid karena Allah, niscaya Allah akan membangunkan baginya sebuah
rumah di surga.” (HR.
Muslim no. 1217)
Sungguh Allah q itu Maha Pemurah, karena untuk mendapatkan kemuliaan ini, kita tidak diharuskan membangun satu paket masjid. Seberapa pun andil kita dalam proyek pembangunan masjid, meskipun hanya berupa tenaga yang mampu diberikan, insya Allah Allah q akan tetap mengganjarnya dengan sebuah rumah di surga. Syaratnya ikhlas semata-mata mengharap keridhaan Allah q, bukan yang lainnya.
Disebutkan dalam Sunan Ibnu Majah, bahwa Rasulullah a bersabda:
من بنى مسجدا لله كمفحص قطاة أو أصغر بنى الله له بيتا في الجنة
“Barangsiapa membangun masjid
karena Allah, meskipun hanya sebesar sarang burung yang digunakan untuk
bertelur atau lebih kecil dari itu, Allah akan membangunkan baginya sebuah
rumah di surga.” (HR. Ibnu
Majah no. 738, Hadits shahih)
Ibnul Jauzi berkata, “Barangsiapa menulis namanya di masjid yang ia bangun, hal ini menunjukkan ia jauh dari kata ikhlas.”[8] Akhir-akhir ini, kerap kita temukan pemandangan semacam ini di banyak masjid yang dibangun di tanah air. Hindarilah kebiasaan ini, semata-mata demi terjaganya keikhlasan dan jauh dari pujian manusia.
2. Mengerjakan 12 rekaat shalat sunnah rawatib
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Rasulullah a bersabda:
مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِيْ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِيْ الْجَنَّةِ
“Barangsiapa shalat dua belas rekaat dalam
sehari semalam, niscaya akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim no. 1729)
Dua belas rekaat yang dimaksud adalah shalat sunnah rawatib. Hal ini sebagaimana hadits Nabi a:
مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِيْ الْجَنَّةِ: أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ اْلعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ اْلفَجْرِ
“Barangsiapa mampu menjaga dua
belas rekaat shalat sunnah, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah
di surga; (yaitu) empat rekaat sebelum Dzhuhur, dua rekaat setelahnya, dua
rekaat setelah Maghrib, dua rekaat setelah Isya dan dua rekaat sebelum Subuh.” (HR. at-Tirmidzi no. 414, hadits shahih)
Cukup dengan mengerjakan dua belas rekaat shalat sunnah ini dalam sehari semalam, kita sudah berhak mendapatkan keutamaan di atas. Bahkan setiap kali kita menjaga shalat sunnah ini dalam setiap harinya, setiap kali itu pula akan dibangunkan sebuah rumah di surga. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Utsaimin. [9]
3.
Membaca surat al-Ikhlas 10 kali
Dari Mu’adz bin Anas bahwa Rasulullah a bersabda:
مَنْ قَرَأَ { ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ } عَشْرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِيْ اْلجَنَّةِ
“Barangsiapa
membaca, ‘Qulhuwallahu ahad (surat al-Ikhlas sampai selesai -penj)’ sebanyak
sepuluh kali, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (Shahih al-Jami’ no. 11418, hadits shahih)
Untuk mendapatkan keutamaan ini, kita bisa mengamalkannya kapan saja, termasuk di sela-sela waktu istirahat kerja, mengantri tiket, di lampu merah, saat terjebak macet, maupun waktu-waktu yang lainnya.
4.
Membaca doa saat masuk pasar
Jangan lewatkan kesempatan emas ini, baik saat hendak masuk pasar-pasar tradisional maupun modern, seperti mall, supermarket, maupun pusat-pusat perbelanjaan lainnya. Disebutkan di dalam Sunan at-Tirmidzi bahwa Rasulullah a bersabda:
مَنْ قَالَ فِيْ السُّوْقِ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِيْ الْجَنَّةِ
“Barangsiapa ketika di pasar
(saat hendak masuk pasar –penj) membaca, ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
selain Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan pujian,
yang Menghidupkan dan Mematikan, Dia yang Mahahidup dan tidak mati, di
tangan-Nya segala kebaikan, dan Dia yang Maha Kuasa atas segala sesuatu,’ maka
Allah akan menuliskan bagi-Nya sejuta kebaikan dan akan dihapus darinya sejuta
keburukan, dan akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. at-Tirmidzi no. 3429, hadits hasan)
5.
Mengerjakan empat rekaat shalat dhuha
Luangkanlah waktu untuk mengerjakan shalat sunnah ini, baik sebelum berangkat bekerja maupun di sela-sela jam istirahat kerja, jika memang ada, selama masih di waktu dhuha. Karena Rasulullah a bersabda:
مَنْ صَلَّى الضُّحَى أَرْبَعًا وَقَبْلَ اْلأُوْلَى أَرْبَعًا بُنِيَ لَهُ بِهَا بَيْتٌ فِيْ الْجَنَّةِ
“Barangsiapa shalat dhuha empat
rekaat dan sebelum ula’ empat rekaat (yaitu shalat sunnah rawatib empat rekaat
sebelum Dzuhur –penj), maka akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, no.
1618, hadits hasan, sebagaimana dikatakan oleh al-Albani dalam Shahih
al-Jami’, 23/286)
6.
Menutupi shaf shalat yang renggang atau kosong
Diriwayatkan dari Aisyah i bahwa Rasulullah a bersabda:
مَنْ سَدَّ فُرْجَةً بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِيْ الْجَنَّةِ وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً
“Barangsiapa
menutupi celah-celah (shaf shalat -penj), maka Allah akan membangunkan baginya
sebuah rumah di surga dan mengangkatnya satu derajat.” (as-Silsilah ash-Shahihah, no. 1892,
hadits shahih)
7.
Berakhlak baik, meninggalkan debat kusir, dan
menjauhi kata-kata dusta meskipun sekedar candaan
Debat kusir tidaklah memberi manfaat sama sekali. Justru menjauhi perdebatan semacam ini akan diganjar dengan kemuliaan yang besar, termasuk menghindari kata-kata dusta sekalipun hanya dimaksudkan sebagai gurauan. Karena Rasulullah a bersabda:
أَنَا زَعِيْمٌ بِبَيْتٍ فِيْ رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِيْ وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا، وَبِبَيْتٍ فِيْ أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسُنَ خُلُقُهُ
“Aku jamin dengan sebuah rumah di
tingkat surga yang paling dasar bagi siapa yang meninggalkan debat kusir
sekalipun ia berada di pihak yang benar, dan sebuah rumah di tingkat surga yang
tengah bagi siapa yang meninggalkan
dusta meskipun sekedar candaan dan sebuah rumah di tingkat surga yang paling
tinggi bagi siapa yang menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud no. 4802,
hadits hasan)
8.
Memuji
Allah dan mengucapkan kalimat istirja’ (yaitu kalmiat innalillahi wa
innailaihi raji’un) ketika sang anak meninggal dunia
Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Rasulullah a bersabda:
إِذَا مَاتَ وَلَدُ اْلعَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلاَئِكَتِهِ: قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِيْ، فَيَقُوْلُوْنَ: نَعَمْ، فَيَقُوْلُ: قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ، فَيَقُوْلُوْنَ: نَعَمْ، فَيَقُوْلُ: مَاذَا قَالَ عَبْدِيْ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ، فَيَقُوْلُ اللَّهُ: ابْنُوْا لِعَبْدِيْ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ، وَسَمُّوْهُ بَيْتَ اْلحَمْدِ
“Ketika seorang
hamba anaknya meninggal dunia, Allah berkata kepada para Malaikat, ‘Kalian telah
mencabut nyawa anak hamba-Ku,’ Mereka menjawab, ‘Iya,’ Allah berkata, ‘Kalian
telah mengambil penyejuk hatinya,’ Mereka menjawab, ‘Iya,’ Allah berkata, ‘Apa
yang dikatakan hamba-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Ia memuji-Mu dan mengucapkan
kalimat istirja’’ lalu Allah berkata, ‘Bangunkan untuk hamba-Ku ini sebuah
rumah di surga,’ Mereka pun menyebutnya dengan rumah al-hamd.” (HR. at-Tirmidzi no. 1021, hadits hasan)
Wallahu a'lam
Oleh: Saed as-Saedy
[1]
QS. at-Taubah: 72.
[2]
Lihat Tafsir al-Qurthubi, 8/204.
[3] Lihat Haadil
Arwaah, Ibnul Qayyim, hal 144.
[4] Lihat selengkapnya Surat
ar-Rahman dan al-Waqi’ah.
[5] Lihat HR. Muslim no.
7317.
[6] Lihat Haadil
Arwaah, Ibnul Qayyim, hal 210.
[7] Lihat Syarh Shahih
Muslim, 17/175.
[8] Lihat Hasyiah
as-Sindi ‘ala Ibni Majah, 2/142.
[9] Lihat Fatawa Nur ‘Ala
ad-Darb, 18/162.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar