Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

  • RAHASIA DI AKHIR TASYAHUD

    Sukses, ternyata tidak lepas dari kecerdikan dalam memilah dan memanfaatkan kesempatan, apapun bentuk kesuksesan itu. Sehingga memerankan strategi yang baik sangatlah penting dalam kehidupan seorang muslim.

  • SAATNYA AKU TIADA LAGI BERMIMPI

    Hunian super mewah di dunia belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hunian yang Allah sediakan di surga. Untuk memilikinya pun bukanlah mimpi, bahkan seorang mukmin yang paling miskin pun bisa meraihnya, dan hal itu bukanlah perkara yang mustahil.

  • HAK-HAK ANAK TERHADAP ORANG TUA

    Hak-hak anak bagi orang tua ibarat biji-bijian yang hendak ditanamnya. Apabila biji-bijian ini ketika sebelum maupun setelah ditanamnya diperhatikan dan dirawat dengan baik, niscaya ia akan menjadi tanaman yang subur dan menghasilkan buah yang baik lagi banyak.

  • DOSA-DOSA PACARAN

    Cukuplah bagi kita, khususnya orang tua atau mereka yang di bawah tangannya tergenggam amanah akan pendidikan maupun perkembangan anak-anaknya, bahwa fakta maupun realita yang kerap terdengar dan menjadi santapan sehari-hari kita menunjukkan akan buruknya akibat dari sebuah pacaran.

Obat Bagi Yang Dimabuk Cinta

Cinta ibarat sebuah khamer, jikalau khamer akan memabukkan anggota tubuhnya, maka cinta akan menjadikan hatinya termabukkan oleh angan-angan dan obsesi akan sang kekasihnya. Orang yang mabuk karena khamer, maka akalnya akan tertutup, pikirannya melayang, terhalusinasi dan terbang membawa obsesi yang tak jelas, serta kerap melakukan sesuatu yang aneh, bahkan hingga kejahatan pun tak segan-segan ia lakukan.

Pula dengan orang yang dimabuk cinta, hati dan akalnya sering kali menjadi buta, ia pun mau melakukan apa saja demi bertemu sang kekasihnya, rela mengorbankan nyawanya hanya demi mempertahankan kekasihnya tetap tersandingkan di sisinya, bahkan tak jarang seorang wanita merelakan kehormatan sucinya dirampas karena terbelai oleh rayuan cinta yang menggombal dari mulut-mulut para lelaki yang rakus.

Inilah gambaran kecil seorang yang dimabuk asmara, ia juga kerap menjadi penyulut api peperangan, pertikaian, permusuhan, bahkan hingga pembunuhan antara mereka yang saling berebut cinta dalam lautan mabuk asmara.

Oleh karena itu, penyakit ini harus segera diobati agar tidak terus menyebarkan keburukan dan kemudharatan di tengah-tengah masyarakat.

Adapun mereka yang benar-benar telah dimabuk cinta, sementara dirinya telah mampu untuk menikah secara lahir maupun batin, sudah cukup umur dan siap secara mental maupun biologis, maka tidak ada obat lain untuk meredam asmaranya melainkan harus segera menikah. Janganlah mengakhirkan lagi dirinya dari menikah.

Rasulullah telah bersabda :

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah memiliki kemampuan [lahir dan batin untuk menikah], maka menikahlah. Karena hal itu lebih menjaga pandangan mata, dan lebih menjaga kemaluannya. Dan barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa. Karena ia adalah perisai baginya.”[1]

Hendaknya pula, dalam mencari calon pasangan hidupnya itu harus sesuai konsep syar’I yang akan dijelaskan nanti pada bab-nya tersendiri. Janganlah malah menceburkan dirinya ke dalam lingkaran api pacaran untuk mencari dan menemukan jodohnya di sana. Karena hal ini akan menjadikan dirinya terjerumus dalam keburukan-keburukan lain yang akan merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

Adapun bagi mereka pemuda/pemudi yang sedang dimabuk cinta, sementara dirinya belum mendapati kemampuan untuk menikah, padahal secara umur, mental maupun biologis telah layak untuk menikah, maka hendaknya ia memperbanyak puasa. Karena puasa adalah tameng diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan keji dan perbuatan dosa lainnya, puasa juga akan meredam gejolak asmara yang ada dalam hatinya.

Sementara para remaja maupun anak-anak yang telah mengenal asmara yang terkadang dibuat mabuk olehnya, hendaknya sadar dan berusaha keras, bahwa janganlah sekali-kali mencoba untuk menyentuh bara api pacaran, karena pacaran bisa membakar kebaikan dan kemuliaan dirinya, pacaran juga merupakan racun yang akan membinasakan para peminumnya.

Di samping itu, bagi para pemuda/pemudi yang sedang dimabuk cinta yang merasa belum mampu untuk menikah, juga para remaja yang sedang dimabuk asmara padahal dirinya belum layak secara mental, umur dan biologis untuk menikah, janganlah sekali-kali mengobati mabuk cintanya dengan jalan pacaran. Hendaknya mereka melakukan beberapa hal di bawah ini sebagai penawar bagi gejolak asmaranya dan agar dirinya tidak terjerumus dalam keburukan maupun perbuatan dosa:

1. Berusaha ikhlas dalam beribadah

Ikhlas dalam beribadah ialah mengamalkan sebuah ibadah semata-mata mengharapkan keridhaan Allah. Ia adalah konsekuensi dari syahadat Laailaahaillallah. Ikhlas merupakan salah satu pilar utama dalam beribadah kepada Allah. Karena tanpanya sebuah ibadah itu tidak akan diterima oleh Allah. Allah berfirman :

“Maka siapa yang mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi : 110)

Keikhlasan dalam beribadah juga akan membuahkan pengaruh yang sangat baik bagi pelakunya dalam kehidupan sehari-hari. Karena dirinya tahu kepada siapa ia beribadah, apa saja perkara yang diridhai dan dibenci oleh-Nya, konsekuensi apa yang akan diterima dari ketaatan maupun pembangkangan terhadap-Nya.

Oleh Karena itu, memupuk keikhlasan dan berusaha untuk senantiasa ikhlas dalam beribadah sangat penting bagi pengendalian diri, nafsu dan syahwatnya agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa maupun kemaksiatan yang lain, terlebih di saat dirinya sedang dimabuk asmara. Sehingga ia pun tidak mau tercebur dalam buruknya dunia pacaran.

Adapun untuk memenej gejolak cintanya, maka yang ia lakukan adalah melakukan amalan-amalan yang diridhai oleh Allah. Dan bukan malah menyalurkannya pada hal-hal yang haram maupun terlarang.

2. Banyak berdo’a kepada Allah

Allah adalah Dzat tempat mengadukan segala permasalahan yang menimpa seorang hamba, Dzat Yang Maha Mendengar do’a dan seruan yang dilantunkan oleh lisan-lisan makhluk-Nya, dan Dia juga Dzat yang akan mengabulkan setiap do’a yang dipanjatkan oleh para hamba-hamba-Nya.

Allah berfirman :

“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.” (QS. Ghafir : 60)

Seorang penyair bersenandung syair :[2]

لَا تَسْأَلَنَّ بَنِي آدَمَ حَاجَةً وَسَلِ الَّذِي أَبْوَابُهُ لَا تَحْجَبُ

اللهُ يَغْضَبُ إِنْ تَرَكْتَ سُؤَالَهُ وَإِذَا سَأَلْتَ بَنِي آدَمَ يَغْضَبُ


Janganlah kamu meminta kebutuhanmu kepada anak Adam
Mintalah hanya kepada yang pintu-pintu-Nya tak pernah tertutup

Allah akan murka jika kamu meninggalkan munajat kepada-Nya
Sedangkan anak Adam, akan murka jika kamu memohon kepadanya


Inilah janji Allah terhadap para hamba-Nya yang berdo’a kepada-Nya. Dan do’a adalah senjatanya orang-orang mukmin. Dengan do’a inilah seorang mukmin akan tegar dan tidak mudah terjerumus ke dalam perbuatan haram. Karena dirinya yakin bahwa Allah adalah sebaik-baik penolong baginya, satu-satu-Nya Dzat yang senantiasa mengawasi setiap aktivitas para hamba-Nya, dan segala sesuatu dari yang kecil sampai yang besar tak akan lepas dari pengawasan maupun penglihatan Allah. Semua itu akan mendapatkan balasan dari-Nya. Yang baik akan mendapatkan yang baik, sementara yang buruk akan dibalas dengan balasan yang setimpal baginya.

Demikianlah, dengan memperbanyak do’a maka hal itu akan menelurkan sikap muroqabah (selalu merasa diawasi oleh Allah). Ini adalah sikap yang akan menjadikan diri seseorang selalu mawas diri dan tidak mudah terjerumus dalam perbuatan dosa.

Syaikh Utsaimin menyebutkan beberapa adab dalam berdo’a agar do’anya dikabulkan, di antaranya ialah menjauhi perkara yang haram, seperti memakan makanan yang haram, berdusta dan yang semisalnya. Karena perkara-perkara haram itu akan menjadikan do’a tidak terkabulkan. [3]

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah :

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا


“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak akan menerima melainkan yang baik-baik.” [4]

Apabila dirinya mengerti bahwa salah satu syarat dikabulkannya do’a adalah menjauhi perkara-perkara haram. Maka hal itu akan menjadikan dirinya lebih berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan haram dan dosa. Oleh karena itu, seseorang yang sedang dimabuk asmara hendaknya memperbanyak do’a untuk kebaikan dirinya dan agar Allah menjauhkan keburukan dari tubuhnya, serta mengindahkan adab-adab dalam berdo’a agar do’anya dikabulkan oleh Allah, seperti menjauhi perbuatan-perbuatan haram dan dosa.

3. Rajin memenej pandangan

Menundukkan pandangan dan menjaganya dari perkara-perkara haram adalah sebuah kemuliaan. Barangsiapa mampu untuk memenej pandangannya, berarti ia mampu untuk meredam gejolak asmara maupun syahwat yang ada dalam hatinya agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa. oleh karena itu, Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya Allah telah menjadikan mata sebagai cermin bagi hatinya, jika seorang hamba menahan pandangannya, berarti ia telah menahan hatinya dari syahwat dan keinginannya. Dan apabila ia mengumbar pandangannya, maka ia pun telah mengumbar hatinya dari syahwatnya.”[5]

Ibnu Abbas berkata, “Setan dalam diri seorang laki-laki bersarang di tiga hal, dalam pandangan, hati dan kemaluannya. Adapun dalam diri wanita ia berada dalam pandangan, hati dan kelemahannya.”[6]

Seorang penyair berkata : [7]

نَظَرُ العُيُوْنِ إِلَى العُيُوْنِ هُوَ الَّذِي جَعَلَ الْهَلَاكَ إِلَى الفُؤَادِ سَبِيْلًا

مَا زَالَتِ اللَّحَظَاتُ تَغْزُو قَلْبَهُ حَتَّى تُشْحَطَ فِيْهِنَّ قَتِيْلًا


Pandangan mata yang satu dan yang lainnya
Adalah yang menjadikan jalan kehancuran bagi hati

Pandangan itu pun senantiasa menyerang hatinya
Hingga ia terbakar dan akhirnya mati


Oleh karena itu, hendaklah seorang yang sedang dimabuk asmara untuk lebih rajin menjaga pandangan matanya. Karena dengan menjaganya dari pandangan yang haram, maka sejatinya ia telah meredam dan menutup pintu syahwatnya agar tidak menyeret dirinya terjerumus dalam keburukan lainnya. Karena mata adalah pintu bagi hatinya, dan antara mata dan hati memiliki keterkaitan yang sangat kuat.

Bahkan Rasulullah menjanjikan bagi mereka yang memalingkan pandangan matanya dari hal-hal yang haram, maka Allah akan menggantinya dengan kelezatan iman dalam hatinya.

Rasulullah telah bersabda :

إِنَّ النَّظْرَةَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومٌ، مَن تَرَكَهَا مَخَافَتِي أَبْدَلْتُهُ إِيمَانًا يَجِدُ حَلاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ


“Sesungguhnya pandangan mata adalah salah satu anak panah iblis yang beracun. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepadaku, niscaya aku ganti dengan keimanan yang terasa lezat dalam hatinya.”[8]

4. Lebih giat menyibukkan diri

Menyibukkan diri dengan beragam aktivitas yang bermanfaat akan menekan gejolak syahwat maupun asmaranya. Hal itu karena hati dan pikirannya telah disibukkan oleh aktivitas lain, sehingga tidak ada lagi ruang kosong untuk berangan-angan ataupun tenggelam dalam lamunan akibat asmara yang sedang menyelimutinya.

Isilah waktu-waktu luangnya dengan kegiatan yang bermanfaat bagi diri maupun orang lain, bisa berupa membaca buku-buku yang sarat motivasi dan inspirasi, membaca buku-buku islam, menulis artikel, membaca al-Qur’an, menghafal al-Qur’an maupun hadits, berolahraga, berniaga kecil-kecilan, ikut dalam kegiatan kemasyarakatan atau aktivitas sosial, atau kesibukan-kesibukan yang bermanfaat lainnya.

Allah berfirman :

“Maka apabila engkau telah selesai [dari suatu urusan], tetaplah bekerja keras [untuk urusan yang lain]. Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah:7–8)

Rasulullah juga pernah bersabda :

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

“Di antara tanda baiknya islam seseorang ialah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya.” [9]

Ketahuilah, di saat kau sendirian sejatinya kau tidaklah sendirian, tapi Allah selalu mengawasi dan melihat semua gerak-gerikmu, oleh karena itu isilah waktu kosongmu dengan aktivitas manfaat lainnya, janganlah kau isi dengan lamunan atau perbuatan dosa.

Katakanlah kepada jiwamu sebagaimana yang telah dikatakan oleh seorang penyair : [10]

إِذَا مَا خَلَوْتَ الدَّهْرَ يَوْمًا فَلَا تَقُلْ خَلَوْتُ وَلَكِنْ قُلْ عَلَيَّ رَقِيْبُ

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللهَ يَغْفُلُ سَاعَةً وَلَا أَنَّ مَا تُخْفِيْ عَلَيْهِ يَغِيْبُ


Apabila suatu saat engkau sedang (merasa) sendirian
Maka janganlah engkau katakan aku sedang sendiri
Tetapi katakanlah diriku ada yang mengawasi

Jangan sekali-kali engkau mengira bahwa Allah lalai walau sesaat pun
Dan Janganlah (mengira) bahwa apa yang engkau sembunyikan luput dari pengawasan-Nya


5. Memperbanyak istighfar

Memperbanyak istighfar merupakan salah satu cara untuk mengobati gejolak syahwat maupun asmara dalam hatinya. Istighfar adalah bentuk pengakuan akan kehinaan diri, banyakanya dosa dan kesalahan yang telah dilakukan, serta sekaligus sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah.

Oleh karena itu, istighfar memiliki kedudukan yang sangat agung di sisi Allah. Bahkan sebuah kenikmatan yang besar tatkala seorang muslim diuji dengan perbuatan dosa kemudian ia bertaubat dan Allah menerima taubatnya. Seandainya ada kaum yang tidak pernah berbuat dosa, maka Allah pun akan menggantikan mereka dengan kaum yang diuji dengan dosa yang kemudian beristighfar meminta ampun kepada Allah dan Allah mengampuni dosa-dosanya.

Rasulullah pernah bersabda akan urgensi sebuah istighfar :

مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ، جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan membukakan baginya pintu keluar dari setiap kesulitan, memberikan kelapangan dari setiap kegelisahan, dan memberikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.”[11]

6. Menjauhi musik dan film percintaan

Kemajuan teknologi yang sangat menunjang keberadaan alat-alat komunikasi dan informasi yang semakin canggih dan mudah, merupakan karunia dan nikmat yang sangat besar dari Allah. Ia adalah anugerah Ilahi yang harus disyukuri dengan syukur yang sebenar-benarnya.

Akan tetapi, tidak sedikit dari manusia yang menggunakannya untuk hal-hal yang dilarang oleh agama. Sehingga banyak sekali kita temukan sajian-sajian atau tayangan-tayangan, baik yang berbentuk tulisan, gambar maupun film yang tidak layak untuk dikonsumsi.

Menjamurnya musik, gambar, foto, maupun film-film yang beraroma asmara sangatlah berpengaruh terhadap nafsu dan syahwat yang semakin terus bergejolak. Kondisi ini akan menjadikan hatinya terus mengingat terhadap kekasih yang dicintainya. Bahkan tak jarang para remaja maupun anak muda yang meniru gaya hidup maupun kebiasaan tokoh yang diperankan oleh para artis yang ditontonnya dari film-film maupun sinetron asmara.

Inilah sebenarnya pendidikan praktis yang membentuk karakter, pola pikir dan kepribadian seseorang. Semakin banyak ia menyantap tayangan-tayangan yang tidak mendidik akhlak dan mental, maka secara tidak langsung dirinya sedang belajar dan berusaha untuk meniru kebiasaan yang ada dalam tontonan itu. Terlebih jika dirinya belum memiliki modal pengetahuan agama yang cukup. Kebiasaan ini akan membangkitkan nafsu dan gejolak asmaranya terus bertambah.

Jika hal itu dibiarkan terus liar, maka dirinya tak segan-segan untuk terjun ke dunia pacaran sebagai bentuk pelarian gejolak asmara dalam hatinya. Ini semua berawal dari kebiasaan sering mendengar musik maupun film-film yang bergenre asmara maupun cinta. Karena inti dari musik maupun film-film itu hanya menggambarkan dunia pacaran dan perjalanan asmara para tokoh-tokohnya.

Oleh karena itu, jauhilah musik, sinetron, maupun film-film yang beraroma asmara agar nafsu dan syahwatnya tidak terus bergejolak dalam hatinya. Apalah ruginya kalau tontonan itu ditinggalkan, justru kebaikanlah yang akan didapatkannya, berupa ketenangan hati, terhindar dari tontonan yang haram dan mengandung dosa, tidak tercebur dalam kesia-siaan, dan hidup akan lebih bermakna dengan melakukan amalan-amalan yang bermanfaat lainnya.

Allah berfirman

“Dan dii antara manuisa [ada] orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan [manusia] dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6)

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Nyanyian itu menumbuhkan benih nifaq dalam hati.” Demikian juga apa yang dikatakan oleh Mujahid. Dan beliau menambahkan, “Maksud Lahwal hadits [percakapan kosong] dalam ayat ialah mendengarkan nyanyian dan yang semisalnya dari kebatilan.” Al-Hasan berkata, “Lahwal hadits ialah alat musik dan nyanyian.” Al-Qasim bin Muhammad berkata, “Nyanyian adalah sebuah kebatilan, dan kebatilan itu tempatnya neraka.”[12]

Rasulullah juga pernah bersabda :

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ، يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ وَالحَرِيرَ، وَالخَمْرَ وَالمَعَازِفَ

“Sungguh, akan ada dari umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamer, dan alat musik.” [13]

Berdasarkan atsar dan perkataan para salaf di atas, para ulama berkesimpulan akan haramnya nyanyian dan alat musik.[14] Sehingga, seorang muslim yang mengharapkan kebaikan bagi diri dan agamanya, hendaknya untuk menjauhi musik, nyanyian maupun film-film asmara. Karena semua hal itu tidaklah membawa kebaikan sama sekali bagi diri maupun agamanya, justru keburukanlah yang akan didapatkan darinya.



--------------------------------------------
[1] HR. Bukhari (5065)
[2] Tazkiyatun Nafs, hal 55
[3] Syarh Riyadus Shalihin, Syaikh Ibnu Utsaimin, 6/9
[4] HR. Muslim (1015)
[5] Raudhatul Muhibbin Wa Nazhatul Musytaaqqin, Ibnul Qayyim, hal 92
[6] Ibid, hal 95
[7] Ibid, hal 107
[8] HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-kabir (10362)
[9] HR. At-Tirmidzi (2317) dan Ibnu Majah (3976)
[10] Homoseks, Bahaya dan Solusinya, hal 77
[11] HR. Abu Dawud (1518) dan Ibnu Majah (3819)
[12] Tafsir Al-Qurthubi, Imam Al-Qurthubi, 14/52
[13] HR. Bukhari (5590)
[14] Tafsir Al-Qurthubi, Imam Al-Qurthubi, 14/54
Share:

Kembang-Kembang Asmara

Adapun rasa cinta yang mulai mekar dan
terus menggelora dalam hati terhadap lawan
lawan jenisnya, jika tidak ditampung dalam wadah yang suci, maka ia akan tumbuh menjadi sebuah penyakit. Mekarnya cinta dalam hati yang mengantarkan dirinya dalam perbuatan haram dan terlarang, maka ini adalah cinta yang tercela, asmara yang semu, dan racun yang dicampur dalam madu.

Inilah sebenarnya penyakit yang sedang menjangkiti kalangan para remaja dan anak muda. Sehingga muncullah fenomena pacaran sebagai akibat dari mekarnya kembang-kembang asmara di taman-taman yang tidak layak baginya untuk mekar.

Kalau kembang-kembang asmara itu adalah sebuah penyakit baginya, tentunya ia harus segera diobati agar tidak semakin parah yang bisa membinasakan dirinya. Ketahuliah bahwa setiap penyakit ada obatnya, dan tidaklah Allah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obat penawar baginya.

Rasulullah telah bersabda :

إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ، وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ

“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat penawarnya, dan menjadikan untuk setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah [dengan yang halal], dan jangan berobat dengan yang haram.” HR. Abu Dawud (3874)

Adapun mengobati suatu penyakit dengan penyakit yang lebih besar darinya, maka hal itu adalah sebuah kebodohan dan kebinasaan baginya. Hanya orang berakallah yang akan berobat dengan obat yang dibolehkan secara syar’I maupun medis demi kesembuhan penyakitnya.

Sementara pacaran bukanlah obat penawar bagi hati yang sedang dimabuk asmara, justru ia adalah racun yang akan menumbuhkan penyakit lainnya, bahkan kebinasaanlah yang bisa jadi akan merenggutnya. Pacaran hanyalah akan membuat kembang asmaranya semakin terbutakan, menjadikan hatinya semakin gersang, dan akal yang dimabuk asmara pun semakin ditenggelamkan. Sehingga yang terlihat hanyalah syahwat, nafsu, angan-angan dan kesenangan semu yang sejatinya adalah bara api yang sewaktu-waktu akan menghanguskan dirinya.

Pacaran adalah penyakit remaja dan anak muda yang telah menyebar ke setiap pelosok negeri di dunia ini. Bahkan ia semakin dianggap hal yang wajar oleh sebagian remaja dan anak muda islam di beberapa negeri muslim, begitu juga oleh sebagian orang tua yang jauh dari pemahaman agama islam yang benar dan lurus sesuai pemahaman para sahabat.

Yang lebih miris lagi, anak-anak yang masih duduk di jenjang sekolah dasar juga telah mengenal dan tidak sedikit dari mereka yang telah terjerumus dalam lingkaran api pacaran. Mereka yang seharusnya masih diramaikan dengan dunia bermain, justru telah terkontaminasi dengan ketertarikan dan kecederungan terhadap lawan jenisnya yang belum layak baginya, dihantui oleh benih-benih asmara yang bisa mengganggu mental dan perkembangan biologisnya, merusak semangat belajar dan akhlaknya.

Banyak juga dari mereka yang sudah dimabuk asmara terhadap lawan jenisnya meskipun dilakukannya dengan cara masih kucing-kucingan, terbiasa dengan rayuan gombalnya, bahkan ada juga yang telah terjerumus dalam kehinaan yang sangat tidak terpuji sama sekali. Dan inilah benih-benih yang akan menjadikan dirinya semakin berani untuk berpacaran ketika masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta pergaulan yang lebih luas lagi. Oleh karena itu, mereka sangatlah membutuhkan obat dan solusi terbaik demi menggembalikan kembang-kembang asmaranya terpelihara dan mekar di taman-taman yang layak baginya. Tumbuh subur dan segar dalam keindahan taman yang hijau lagi menyejukan setiap pasang mata yang memandangnya.

jenisnya, jika tidak ditampung dalam wadah yang suci, maka ia akan tumbuh menjadi sebuah penyakit. Mekarnya cinta dalam hati yang mengantarkan dirinya dalam perbuatan haram dan terlarang, maka ini adalah cinta yang tercela, asmara yang semu, dan racun yang dicampur dalam madu.

Share:

Hakikat Cinta

Cinta dalam bahasa arab disebut dengan mahabbah. Sinonim kata cinta dalam bahasa arab
lebih dari 60 kosakata. Hal ini menunjukkan cinta merupakan hal yang agung bagi mereka, selalu didendangkan oleh para penyair dan dilantunkan oleh para pujangga, disebut-sebut di pertemuan-pertemuan. Sama halnya dengan pemujaan mereka terhadap kedermawanan dan keberanian sehinga lafadz singa, pedang, khamr bagi mereka orang arab mempunyai ratusan sinonim.[1]

Ibnu Hazm berkata, “Cinta - semoga Allah memuliakanmu - mulanya adalah gurauan dan akhirnya serius. Sulit membuat definisi yang benar tentang cinta dan memahami hakikatnya, kecuali setelah bersusah payah dalam mengetahuinya. Dan cinta bukanlah dari perkara yang terlarang dalam agama, karena hati di tangan Allah dan banyak yang telah jatuh cinta dari kalangan Khalifah dan Imam.”[2]

Cinta adalah anugerah Ilahi, pelita kehidupan, nikmat yang tiada terhingga, dan kesejukan kala gersang membahana. Tanpa cinta manusia takkan pernah mengenal baik saudaranya. Tanpa cinta tetumbuhan pun takkan pernah merasakan sejuknya dunia. Tanpa cinta hewan pun tiada pernah menikmati keindahan alam yang menjadi tempat tinggalnya.

Demikianlah kedudukan cinta, bahkan cinta merupakan salah satu pilar utama dalam beribadah kepada Allah Rabb alam semesta. Tanpanya seorang hamba tidak akan pernah mengenal nilai ketaatan maupun ketundukan, karena cinta itu mengalirkan sebuah kehinaan diri dihadapan yang dicintainya yang akhirnya membuahkan sebuah ketaatan terhadapnya.

Apalah arti sebuah ibadah kepada Allah tanpa dibarengi rasa cinta kepada-Nya. Akankah terlihat darinya sebuah ketundukan, ketaatan dan kehinaan dalam penghambaan diri kepada-Nya. Secara naluri jelas tidak akan terpancar darinya rasa ketundukan maupun kehinaan dalam ibadah kepada-Nya. Begitulah cinta yang menjadi anugerah berharga bagi seorang hamba, ia pula sebuah karunia yang mengalir sesuai naluri setiap makhluk-Nya.

Ibnul Qayyim berkata, “Kesempurnaan cinta ialah penghambaan diri, kehinaan, ketundukan, dan ketaatan terhadap yang dicintainya. Inilah sejatinya cinta yang dengannya diciptakan langit dan bumi, dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah :

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia.” (QS. Shaad : 27)

“Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud).” (QS. Al-Mu’minun : 115) [3]

Seorang penyair bersenandung :[4]

وَكُنْ لِرَبِّكَ ذَا حُبٍّ لِتَخْدُمَهُ إِنَّ الْمُحِبِّيْنَ لِلْأَحْبَابِ خَدَّامٌ

Jadilah kau pecinta Rabbmu untuk berkhidmat kepada-Nya
Sesungguhnya orang yang mencintai adalah pelayan bagi yang dicintainya


Abdullah bin Mubarak juga bersyair : [5]

تُعْصِي الإِلَهَ وَأَنْتَ تَزْعُمُ حُبَّهُ هَذَا لَعُمْرِيْ فِي الْقِيَاسِ شَنِيْعٌ

لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقًا لَأَطَعْتَهُ إِنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعٌ

Engkau bermaksiat kepada Allah, tapi katamu kau mencintai-Nya
Sungguh ini adalah qiyas yang keliru

Kalaulah benar cintamu kepada-Nya, kau pasti mentaati-Nya
Sebab ……. Pecinta itu pasti taat kepada yang dicintainya


Semua cinta di atas kecintaan kepada Allah itulah cinta hakiki, semua cinta yang mengantarkan seseorang kepada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya itulah cinta yang sebenarnya. Karena cinta adalah kesucian, pengorbanan, keteguhan dalam memegang janji dan keikhlasan dalam melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan Allah.

Cinta adalah akad dan perjanjian …..
Cinta adalah airnya kehidupan bahkan ia adalah rahasia kehidupan …..
Cinta adalah kelezatan ruh bahkan ia adalah ruh kehidupan

Dengan cinta menjadi terang semua kegelapan …..
Akan cerah kehidupan ……akan menari hati …. Dan akan bersih qalbu ….
Dengan cinta semua kesalahan akan dimaafkan …
Dengan cinta semua kelalaian akan diampunkan ….
Dengan cinta akan dibesarkan makna kebaikan ……

Kalaulah bukan dengan cinta, maka tidak akan saling meliuk satu dahan dengan dahan yang lainnya….

Kalaulah bukan karena cinta tidak akan merunduk rusa betina kepada pejantannya, tidak akan menangis tanah yang kering terhadap awan yang hitam, dan bumi tidak akan tertawa terhadap bunga pada musim semi …….
[6]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Cinta yang terpuji ialah cinta yang bermanfaat yang menghadirkan kemanfaatan bagi si pemiliknya yang berupa kebahagiaan. Adapun cinta yang tercela ialah cinta yang mendatangkan kemudharatan bagi si pemiliknya yang berupa kesengsaraan.” [7]

Demikianlah hakikat sebuah cinta, cinta sejati yang akan mengantarkan si pemiliknya ke dalam kebahagiaan hakiki dalam keridhaan Ilahi, menghadirkan manfaat yang sesungguhnya dalam hidupnya.


------------------------------------------
[1] Buhul Cinta, Armen Halim Naro, hal 21
[2] Ibid, hal 23
[3] Raudhatul Muhibbin Wa Nazhatul Musytaaqqin, Ibnul Qayyim, hal 59
[4] Tazkiyatun Nafs, hal 133
[5] Ibid, hal 134
[6] Buhul Cinta, Armen Halim Naro, hal 23-24
[7] Qo’idatun Fi Al-Mahabbah, Syaikhul Isalm Ibnu Taimiyah, hal 16
Share:

Musibah Dalam Secercah Muhasabah

Di mana-mana hujan, beberapa tempat direndam banjir dan bumi nusantara seolah-olah sedang dirundung
kemurungan. Inilah yang diilustrasikan oleh sebagian orang. Dan Itulah yang kerap kita dengar dan baca dari beberapa warta yang publikasikan baik lewat media cetak atau elektronik.

Sebagian manusia yang selamat dari rendaman banjir menutup mata melihat fenomena ini, sebagian lain merasa miris dan empati, dan sebagian lainnya menghujat, menghardik para penguasa dan menagih janji-janji mereka.

Adapun yang menjadi korban banjir, sebagian pasrah sembari mengeluh akan nasibnya, sebagian lain menangis menumpahkan rasa sedih sembari menyalahkan lambannya kerja para penguasa, sebagian lain hanya bisa terdiam menatap harta bendanya diselimuti air berhari-hari, dan sebagian lain berusaha introsepksi diri dan teringat akan kelalaian dan perbuatan dosanya selama ini.

Masing-masing memiliki sikap yang beragam dalam menghadapi fenomena ini. Sebagian tidak segan-segan menyalahkan hujan, yang lain menyudutkan kinerja penguasa yang lamban dan tidak peduli akan nasib rakyat, dan sebagian lain menyalahkan perilaku masyarakat.

Apa salah rintikan hujan!

Ketahuilah, tiada yang salah dengan turunnya hujan yang menyelimuti seantero nusantara ini. Turunnya hujan adalah isyarat rahmat Allah atas seluruh makhluknya di atas permukaan bumi seluruhnya. Tiada setetes hujan yang menimpah suatu negeri, melainkan Allah sedang menurunkan rahmat atas penduduk negeri tersebut.

Mengeluh dan menyalahkan hujan, adalah sikap salah dan keterlaluan. Tidak menyadari bahwa rahmat Allah sedang menghampirinya.

Ada yang mengeluh, karena hujan jemuran pun berhari-hari tak bisa dikeringkan. Karena hujan, ia telah menghambat kerja maupun aktivitas keseharian. Karena hujan, banyak kegiatan menjadi tidak meriah, bahkan tertunda atau diliburkan. Karena hujan, acara tamasya pun menjadi tidak mengasyikan. Dan apa pun itu namanya, tidak sedikit yang mengeluh dan menyalahkan hujan.

Bukannya berdo’a dan memohon agar hujan benar-benar turun membawa manfaat yang besar, justru perkara-perkara sepele itu mengubur dirinya dari bersikap bijak dan rasa syukur atas nikmat-nikmat Rabbnya.

Itulah kebanyakan sifat manusia, jauh melihat kepada kemanfaatan pribadinya daripada melihat kebutuhan makhluk lainnya. Tidakkah ia melihat betapa banyak negeri-negeri lain yang dilanda kekeringan dan sangat mengarap tetesan-tetesan air hujan. Berapa banyak makhluk-makhluk Allah lainnya, dari bangsa jin dan hewan yang sangat gembira dan tersenyum merekah tatkala mendung langit pertanda hujan manyapa mereka. Terlebih jika hujan telah menyelimuti mereka. Tidakkah ia merasakan apa yang mereka butuhkan, mengapa ia tidak mengerti apa yang mereka harapkan.

Mencela hujan = mencela rahmat Allah

Janganlah mencela dan menyalahkan hujan karena ia adalah rahmat Allah yang diturunkan. Ucapkanlah rasa syukur dan panjatkanlah do’a menyambut hujan sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Bersikaplah bijak dan positif terhadap setiap kejadian yang menimpa dirinya dan orang lain. Berbaik sangkalah kepada Allah atas apa yang telah ditetapkan untuk umat manusia, meskipun secara zahrinya terasa berat dan buruk dalam pandangan manusia.

Adapun hujan yang terus menerus mengguyur tanah air dan berimbas pada banjirnya di beberapa tempat, jadikanlah ia sebagai musibah yang membawa berkah dan nilai muhasabah. Asal diturunkannya hujan adalah sebuah rahmat, namun kejadian banjir yang tersebar hanyalah konsekuensi perilaku umat manusia yang berbuat kerusakan. Baik perilaku terhadap Rabbnya, terhadap sesama, terhadap hewan dan tetumbuhan, atau perilaku terhadap lingkungan yang sudah sarat tertumpuk keburukan dan jauhnya dari nilai-nilai islam.

Hikmah di balik musibah

Tiadalah musibah menimpa suatu negeri melainkan ulah tangan manusia sendiri yang telah berbuat banyak kerusakan. Semua itu dimaksudkan oleh Allah agar mereka mengambil ibroh (pelajaran) dari perilaku dan perbuatan-perbuatan yang selama ini dilakukannya.

Berbaiklah sangka kepada Allah, tidak musibah yang menimpa dirinya (termasuk banjir) melainkan sebagai pengapus dan pelebur dosa-dosa atau kesalahan yang pernah dilakukannya. Ini juga menjadi indikasi akan rahmat Allah atas dirinya.

Sehingga indah sekali apa yang kita dengar dari perkataan sebagian salaf yang mengatakan:

لو لا مصائب الدنيا لوردنا الآخرة مفلسين

“Andaikata bukan karena musibah-musibah dunia, niscaya kita akan datang pada hari kiamat dalam keadaan bangkrut”

Rasulullah juga pernah bersabda:

ما يصيب المؤمن من وصب ولا نصب ولا هم ولا حزن ولا غم ولا أذى حتى الشوكة يشاكها إلا كفر الله بها من خطاياه

“Tidaklah menimpa seorang mukmin dari rasa sakit (yang berkepanjangan), capek, gundah, sedih, kesusahan hati, dan sesuatu yang menyakitkan – sampai duri yang menusukanya-, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari: 5641)

Muhasabah dalam musibah

Jadikanlah setiap musibah secercah benang untuk bermuhasabah, menilik kembali setiap perilaku baik dan buruk yang telah dilakukan selama ini, kemudian menuju hari dengan amalan yang lebih baik lagi. Jauhilah perbuatan dosa dan maksiat, karena bisa jadi musibah itu tidak hanya akan menimpa orang-orang yang berbuat zalim semata, melainkan akan menimpa seluruhnya, baik yang mukmin atau kafir, yang baik atau buruk, yang adil ataupun yang zalim. Allah berfirman:

واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة واعلموا أن الله شديد العقاب

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal: 25)

Wallohu a’lam bishowab
Share:

Bodohmu Musuhmu

Menolak sesuatu kerap pula karena kebodohan diri akan sesuatu itu. Menolak bumi itu bulat, karena ia tak memiliki pengetahuan akan hakikat bentuk bumi yang sesungguhnya. Yang ia tahu bumi hanyalah sebuah hamparan luas sejauh mata memandang. Bumi pun dianggapnya sebuah bentangan dan tidak bulat. Akalnya pun menolak orang yang menyebutkan kesimpulan yang bertentangan dengan apa yang ia lihat. Dianggapnya pendapat itu bersebrangan dengan bukti-bukti empiris dan teoritis yang dikumpulkannya.

Manusia pun akan menarik kesimpulan yang kurang tepat atau bahkan salah karena memandangnya dari sudut pandang yang minimal dan tidak komprehensif. Cotohnya, jika ada tiga orang ditutup matanya dan disuruhnya untuk menyimpulkan dan memvisualisasikan seekor gajah yang belum dikenalnya sama sekali oleh ketiganya. Tentu mereka akan bersikukuh dengan pendapat darimana sudut pandangan yang dilihatnya.

Jika orang pertama memegang sebuah kuping gajah, namun tiada mau melihat sisi-sisi lain untuk dirabanya, maka ia berkesimpulan gajah itu bertelinga besar. Berbeda dengan orang kedua yang memegang ekor gajah, gajah menurutnya berekor pendek. Demikian pula orang ketiga yang merabanya dari bagian kepalanya, menurutnya gajah itu memiliki belalai yang panjang. Jika dibenturkan ketiga kesimpulan mereka, masing-masing akan bersikukuh dengan pendapatnya, bahkan akan menolak pendapat yang lain. Hal itu karena tiap-tiapnya tidak melihat gajah seutuhnya, kesimpulan pun dihasilkan parsial tak seluruhnya.

Memang bisa dikatakan kesimpulan mereka tidak salah seluruhnya, lebih tepatnya apa yang mereka ambil tidaklah tepat seutuhnya. Yang salah, ketika menolak ide orang lain secara serta merta, tidak mau melihat latar belakang yang menjadi kesimpulannya, dan menjustifikasi kesalahan secara mutlak terhadapnya.

Inilah sikap yang tidak cerdas dan kurang kritis. Mengapa bisa terjadi? Karena tiap mereka terbodohi oleh dirinya sendiri yang enggan untuk mencari pengetahuan lebih tentangnya. Apakah tiap-tiapnya harus berfikir cerdas dan kritis? Ya, semuanya harus terlatih untuk cerdas dan kritis. Tapi bukan berarti sikap itu kebablasan yang akhirnya membawa kondisi pemahaman yang kritis. Setiapnya harus bertahap, bijak dan terdorong untuk kebenaran yang dicarinya, bukan pembenaran yang dipertahankannya.

Sebagian orang bisa saja mengelak, “itu sih tugasnya para pelajar, bersikap kritis dan cerdas”. Ini adalah elakan yang salah dan mental kerupuk sejatinya. Ia lupa, bahwa kita semua adalah pelajar. Pelajar yang selamanya dituntut untuk belajar dan menambah pengetahuan sampai lahat menyambutnya.

Inilah yang menjadikan umat islam terbelakang, terus dan akan semakin tertinggalkan jika tiap-tiapnya hanya mengandalkan orang lain. Tidak percaya diri, hanya memikirkan dirinya, menerima apa adanya, mengharap sesuatu yang instant, dan berpuas dengan kerja orang lain. Inilah mental yang sulit untuk dirubah. Dimana bermula dari minim dan lemahnya minat baca tiap-tiap kita, baik membaca dengan pikiran atau membaca dengan perasaan.

Memang, tiap manusia terciptakan dengan beragam kurang, namun jangan lupa di sana tertitip beragam kelebihan. Inilah kesempurnaan penciptaan manusia. Karenanya ia dimaksudkan sebagai makhluk sosial yang tidak bercukup diri dalam hidupnya, melainkan membutuhkan orang lain dalam memenuhi hajat-hajatnya. Tapi bukan berarti ini menjadi alasan lemahnya tiap kita untuk maju dan cerdas. Tunjukkan kelebihan yang adan dan maksimalkan. Sehingga tertutuplah kekurangan orang lain dan menjadi lengkaplah kehidupan.

Kelebihan bukanlah untuk dibanggakan, kekurangan bukanlah untuk menjadi bahan celaan. Ketahuilah, masing-masing itu untuk saling dikaitkan agar tiap mereka sadar akan dirinya sebagai manusia, makhluk Tuhan yang tidak sempurna.

Inilah manusia, sejatinya bodoh dengan beragam kekurangan menyertainya.

Bodoh adalah musuh diri sendiri. Dengan bodoh diri akan menolak apa yang datang kepadanya. Sahabat mulia pernah berkata:

الناس أعداء ما جهل

“Manusia adalah musuh apa yang tidak diketahuinya”

Maksudnya, manusia itu akan menolak apa pun yang belum diketahuinya oleh dirinya. Menampik segala Sesuatu yang dianggapnya tidak membawa manfaat. Serta menutup mata tiap-tiap yang belum terkuak hikmah atau kebenarannya. Mereka baru percaya tatkala hikmah darinya terzahirkan, dan manfaat yang dulu diingkarinya dirasakan dan terlihat dengan jelasnya.

Inilah yang kerap ditemukan dari masyarakat di negeri ini, mereka banyak menolak dan belum bisa menerima konsep-konsep rumusan dalam syariat islam. Banyak alasan, entah tidak relevan, entah dibutuhkan sebuah revisi, entah terbentur adat yang melekat, atau kepentingan yang memikat, dan lain sebagainya. Banyak konsep dan nilai-nilai islam yang masih terabaikan oleh sederetan alasan di atas. Ditambah pengetahuan tiapnya akan islam yang tergerus oleh orientasi keduniaan yang tidak disadari akan menutup diri dan mata hati.

Inilah kebodohan diri, tiapnya menjadi musuh baginya. Dan selamanya akan menjadi musuh yang menentukan nasib dikemudian hari. Belajarlah dan teruslah belajar, banyak cara untuk belajar, banyak wasilah untuk menumpuk pengetahuan. Tapi jangan lupa, tempulah cara dan wasilah yang benar dari yang ada, karena ia akan lebih membawa keselamatan.

Dan janganlah berbangga wahai para pelajar yang kini tertumpuk banyak pengetahuan dalam dirinya. Terlebih seolah-olah dirinya lebih pintar dari para pendahulu mereka. Merendahkan mereka, bahkan tidak menaruh rasa hormat atau terima kasih sedikit pun kepadanya. Sepandai apa pun yang melekat dalam raga anda, semua itu tidak lepas dari wasilah mereka. Apalah arti kita semua tanpa adanya perjuangan para salaf dalam mengabadikan ilmu yang mereka dapatkan. Hormatilah mereka, karenanya tanpanya kita sekarang ini bukanlah apa-apa. Meskipun dirasa ada hal-hal baru yang anda dapatkan, bukan berarti hal ini menunjukkan kelemahan mereka dalam masalah tersebut. Hal baru yang ada dapatkan, karena terinspirasi dan tidak lepas dari karya yang mereka telurkan.

Ingatlah apa yang disampaikan oleh Ibnu Malik dalam bait alfiahnya yang mengandung makna sangat dalam yang perlu untuk direnungkan:

الفضل للمبتدئ وإن أحسن المقتدي

“Para perintis kebaikan akan mendapatkan keutamaan, sekalipun pengikutnya mendatangkan sesuatu yang jauh lebih baik.”
Share:

Tak Kenal Tak Sayang

Ibnul Qayyim mengatakan,

والنور الذي يدخل القلب انما هو من آثار المثل الأعلى فلذلك ينفسح وينشرح, واذا لم يكن فيه معرفة الله ومحبّته, فحظّه الظلمة والضيق

“Tiadalah cahaya (kebaikan) yang menembus ke dalam hati melainkan karena pengaruh sifat/akhlak yang mulia, sehingga menjadi lapanglah hati itu. Maka apabila dirinya tiada mengenal Allah dan tiada kecintaan kepada-Nya, kegelapan dan kesempitanlah yang akan didapatkannya.” (Kitab Al-Fawaid, Ibnul Qayyim, hal 29)

Inilah kedudukan dan urgensi sebuah akhlak mulia, dimana ia akan mendatangkan beragam cahaya kebaikan ke dalam hatinya yang dengannya ia akan semakin dekat dan cinta kepada Allah.

Menyemai akhlak mulia

Bagaimanakah menumbuhkan benih-benih akhlak mulia dalam dirinya? Tiada lain dan tiada bukan dengan mengenali Allah dan Rasul-Nya. Semakin dirinya mengenal siapa itu Allah dan siapa itu Rasul-Nya, maka ia akan semakin tahu dan mengerti siapa dirinya, apa yang menjadi hak dan kewajibannya terhadap Allah dan Rasul-Nya, perkara apa saja yang harus dikerjakan dan harus ditinggalkan. Dengan demikian, tumbuhlah sifat, kepribadian dan akhlak yang mulia dalam dirinya. Di mana benih-benih itu akan semakin tumbuh besar yang akhirnya menjadi sebuah hiasan indah yang begitu mempesona.

Berhasrat semakin cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, ia harus semakin mengenali Allah dan Rasul-Nya. Dan dengan besarnya kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya maka akan terpancarlah dari dirinya sifat/akhlak mulia yang takkan pernah ditemukan oleh orang-orang yang tiada mengenal Allah dengan baik, terlebih yang tiada mengenal-Nya sama sekali.

Oleh karena itu, lahirlah sebuah kata hikmah yang sudah tidak asing lagi di telinga kita, “Tak kenal maka tak sayang”. Bagaimana kau akan menyayangi seseorang sementara kau tak mengenalnya sama sekali, tidak tahu apa yang menjadi kesukaannya dan apa yang dibencinya, tidak mengerti keutamaan dan kemuliaannya, serta tidak pernah tahu akan kedudukannya?

Orang disukai karena ia dikenal akan kemuliaan dan kedudukan yang dimilikinya, seorang disayang karena kebaikan dan kelebihan yang menghiasi dirinya. Sehingga tidak mungkin timbul rasa sayang tanpa diawali oleh rasa kenal sebelumnya. Mustahil akan tumbuh cinta pada sesuatu yang tiada pernah dikenalnya. Mencinta sesuatu yang tidak terbayang dan tidak dikenalnya adalah sebuah kegilaan. Bahkan lebih gila lagi jika cinta itu menjadikan dirinya dimabuk cinta dengan sesuatu yang tidak ada, bukan karena rasa cinta itu, melainkan dirinya memang benar-benar gila dengan keanehan yang melewati kewajaran. Mustahil bisa dibayangkan, tergila-gila terhadap sesuatu yang tidak ada dan tidak pernah dikenalnya.

Jika ada seseorang tergila-gila dengan idolanya meski ia belum pernah melihatnya, tapi kegilaan itu paling tidak ada sesuatu yang pernah mengawalinya, entah itu lewat gambar yang dilihat atau cerita yang didengarnya. Dan apa yang dilihat dan didengarnya, inilah sebuah pengenalan. Meskipun dirinya belum pernah melihatnya, namun karena hatinya mengagumi kelebihan yang ada padanya, baik lewat cerita atau berita, maka pengenalan itulah yang akan menumbuhkan benih-benih cinta. Jika tak kenal mustahil akan sayang.

Apabila seseorang mampu mencintai orang lain karena kelebihan dan keutamaan yang menghiasinya yang hanya dikenalnya lewat perantara, maka di saat dirinya mengenalnya sendiri dengan bertemu, berbicara, atau melihatnya secara langsung, pasti kecintaan itu akan semakin besar dan mekar.

Kenikmatan yang paling besar

Inilah yang akan dirasakan oleh orang-orang mukmin kala mereka bertemu dengan Allah di akhirat kelak. Kecintaan yang besar kepada Allah yang ia rasakan di dunia hanya didapatkan dari jalan wahyu yang diturunkan kepada para Nabi, mereka hanya mengenal Allah dari khabar Nabi yang didengarnya. Kesempurnaan sifat Allah dan kemuliaan nama-nama-Nya telah menjadikan mereka sangat cinta kepada-Nya. Mereka mengimani, yakin dan bisa menghadirkan rasa cinta karenanya. Sehingga tatkala mereka benar-benar menyaksikan secara kasat mata akan kemuliaan Allah dan keagungan sifat-Nya, pasti kecintaan mereka akan mencapai puncak kecintaan yang tidak pernah dirasakan sebelumnya.

Inilah janji Allah, bahkan Dia telah mengkhabarkan secara jelas bahwa melihat wajah Allah merupakan kenikmatan yang paling besar yang akan dirasakan oleh orang-orang mukmin. Tak ada satu kenikmatan yang jauh lebih besar daripada kenikmatan bertemu dan melihat wajah Allah secara langsung tanpa ada tabir penghalang sedikit pun. Bahkan digambarkan melihatnya itu bagai melihat bulan purnama di tengah-tengah malam tanpa terhalangi oleh awan dan tanpa harus berdesak-desakan di dalamnya.

Janji Allah pasti benar

Dari Jarir bin Abdillah, ia berkata, “Kami berada di sisi Nabi dan menatap ke arah bulan saat purnama, lantas Nabi bersabda:

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ

“Sungguh kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini (bulan purnama), kalian tidak akan berdesak-desakan saat melihatnya.” (HR. Bukhari: 554, Muslim: 1466)

Tak kenal maka tak sayang, kenalilah Allah dan Rasul-Nya dengan baik, dengan mempelajari ajaran-ajaran yang telah disampaikan dan dijelaskan oleh Rasulullah, niscaya kecintaan kepada keduanya akan semakin besar yang kelak akan terganjar dengan balasan yang paling besar, yaitu melihat wajah Allah secara langsung tanpa ada penghalangnya sedikit pun. Wallohu a’lam
Share:

Yang Lebih Dahsyat Dari Maut

Mati, banyak manusia yang takut mati, bukan karena rupa yang mengerikan atau wujudnya yang
menakutkan, tapi karena rasa yang begitu menyakitkan kala kematian itu benar-benar sedang menyambutnya. Yaitu di saat keberpisahan ruh dari jasadnya yang akan dirasakan oleh setiap helai saraf dari rasa sakit yang belum pernah terlewati sebelumnya.

Inilah yang paling ditakuti oleh orang-orang kafir, karena cintanya akan dunia dan tujuan kesenangan dunia yang menjadi akhirnya, sehingga mereka sangat takut akan sakitnya kematian yang akan memutus semua itu. Berbeda dengan orang mukmin, justru mereka menginginkan kematian itu, bukan karena bosan dengan hiruk pikuk kehidupan dunia melainkan karena hatinya sudah sangat rindu untuk bertemu Rabbnya yang telah menciptakan dan menganugerahkan beragam kenikmatan yang tiada terhingga.

Begitu sakitnya rasa kematian itu, bahkan para Nabi sampai Nabi Muhammad yang merupakan khailullah (kekasih Allah) pun merasakan sakitnya saat detik-detik kematian itu menghampirinya. Bagaimana rasa sakit itu jika dialami oleh manusia biasa seperti kita, yang begitu banyak perbuatan dosa dan maksiat telah tertumpuk dalam kesehariannya. Tentu sakit itu akan jauh lebih sakit terasakan kecuali bagi orang-orang yang telah diberi rahmat Allah. Terlebih lagi jika kematian itu menimpa para pembangkang dan pendurhaka, mereka pasti akan merasakan sakit yang jauh lebih sakit daripada rasa sakit kematian yang merenggut orang-orang mukmin.

Menyiakan waktu

Demikianlah dahsyatnya kematian, namun banyak manusia yang lupa bahwa ada kedahsyatan yang jauh lebih besar daripada kematian itu sendiri. Ia memang tidak terasa dan teraba layaknya kematian yang pasti menimpa setiap yang berjiwa, dan karena kelembutannya banyak manusia yang tiada merasakan hal itu dan akhirnya banyak yang melalaikannya. Kedahsyatan itu tiada lain adalah menyia-nyiakan waktu, umur atau usia yang telah Allah karuniakan untuk dirinya.

Ibnul Qayim pernah berkata,

اضاعة الوقت أشد من الموت, لأن اضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرة, والموت يقطعك عن الدنيا وأهلها

“Menyiakan waktu lebih buruk dari pada kematian, karena menyiakan waktu memutuskanmu dari Allah dan akhirat, adapun kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan para penghuninya.” [1]

Waktu atau masa adalah perkara yang sangat urgent dalam kehidupan seorang hamba. Bukan karena dzat yang menjadikannya ia terasa penting, melainkan kedudukannya dalam pandangan manusia. Hidup manusia tak bisa lepas dari waktu, bahkan waktu baginya ibarat hamparan alam yang menjadi ladang amalannya.

Urgensi waktu

Mengapa demikian? Karena manusia dikatakan hidup ketika nyawanya masih terhembuskan dalam raganya. Dan dikatakan mati tatkala hembusan itu tiada lagi mendesah darinya. Nyawa atau ruh inilah yang hanya bisa tergerak dalam dimensi waktu. Waktu yang diberikan baginya dikenal dengan umur atau usia. Tanpa waktu apalah arti manusia meski berwujud ia dalam nyata. Dan apalah arti waktu tanpa keberadaan manusia. Keduanya saling memiliki keterkaitan yang sangat erat.

Manusia tak bisa lepas dari waktu, tak bisa terbebas dari umur dan takkan bisa berpisah dari usia dalam usaha menumpuk amalan. Dengan demikian, menyia-nyiakan waktu berarti membuang usia tanpa tertinggal darinya kemanfaatan sedikit pun.

Oleh karena itu, Ibnul Qayyim membuat sebuah ungkapan yang begitu indah bahwa seseorang yang menyiakan waktu (umur)nya kedudukannya lebih buruk daripada kematian itu sendiri yang akan meregang hidupnya. Jika kematian itu hanya akan memutuskan dirinya dari dunia dan para penghuninya, namun tidak demikan dengan menyia-nyiaan waktu, orang yang menyiakan waktu atau umurnya berarti ia telah memutuskan dirinya dari Allah dan akhirat.

Allah adalah Dzat yang telah menciptakan dunia dan para penghuni yang ada, sementara akhirat adalah tempat tinggal terakhir manusia yang akan kekal selama-lamanya. Keduanya jauh lebih mulia kedudukannya daripada dunia dan isinya. Memutuskan diri dari yang jauh lebih mulia, berarti telah sebuah keburukan yang teramat buruk. Jika seseorang memutuskan dirinya dari pencipta dan apa yang akan menjadi tempat tinggalnya yang kekal, berarti dirinya telah melakukan perbuatan yang jauh lebih buruk dari apa yang dilakukannya dengan pemutusan diri dari dunia dan segala isinya. Inilah pentingnya kedudukan waktu bagi manusia, yang mana mengabaikan keberadaannya dengan tidak memanfaatkan dalam kebaikan dan amal shalih, berarti ia telah terjatuh dalam keburukan yang sangat buruk dari rasa sakitnya kematian yang pasti akan meregang raganya.

Waktu dalam pandangan Allah

Bahkan, sebagai penghormatan Allah terhadap waktu itu, Allah telah bersumpah dengan atas namanya. Dan tiadalah Allah bersumpah dengan atas nama makhluk-Nya melainkan karena kemuliaan dan tingginya kedudukan makhluk tersebut di sisi Allah.

Allah telah berfirman dalam surat al-‘Ashr:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr: 1-3)


---------------------
[1] Al-Fawaid, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, hal 33
Share:

Download Buku-Buku (Gratis)

Berhasrat penuhi perpustakaan pribadinya dengan beragam judul buku, namun terbentur oleh keuangan yang tipis. Jikalau belum ada kemauan dan kemampuan untuk mengoleksi buku-buku asli sebagai referensi santapan baca tiap harinya, entah karena biaya, atau tiada waktu yang tersempatkan untuk membelinya, atau sulit menemukan buku yang dibutuhkan tersebut di toko-toko buku yang ada, maka janganlah berkecil hati atau bermalas diri.

Ketahuilah, Allah itu Maha Penyayang dan Maha Pemurah, dimana dengan kemurahan-Nya yang tiada tersamudera dalam alam nyata, Allah telah anugerahkan beragam kemudahan yang tersebar luas dan bisa diakses oleh semua orang dengan mudahnya. Kemudahan itu tiada lain dengan tersedianya buku-buku elektronik yang bisa diunduh di mana dan kapan pun ia berada.

Setelah itu, kebebasan memilih ada ditangannya untuk mencetaknya menjadi buku berlembar kertas atau membiarkannya berhalaman yang menuntunya untuk membacanya dengan zuhud keras.

Semoga beberapa file buku yang bisa diunduh dari blog ini mampu memberikan manfaat yang banyak dan menjadi jembatan kebaikan bagi admin dan juga para pengunduh ataupun yang lainnya yang turut andil dengan menyeruput faidahnya lewat nikmatnya sebuah membaca. Berikut ini adalah klasifikasi buku-buku pdf yang bisa diunduh:


BUKU KAMUS

1. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

BUKU BAHASA ARAB DASAR

1. العربية بين يديك (Al-Arabiyah Baina Yadaik - Jilid Pertama)
2. العربية بين يديك (Al-Arabiyah Baina Yadaik - Jilid Kedua)
3. العربية بين يديك (Al-Arabiyah Baina Yadaik - Jilid Ketiga)

 KITAB-KITAB AQIDAH

1. المجلى في شرح القواعد المثلى - للشيخ ابن العثيمين 

KITAB-KITAB PENTING LAIN

1.  الكلمات النافعة في الأخطاء الشائعة - لوحيد عبد السلام بالي 



 
Share:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers