Bersama Bahagia Dalam Naungan Islam

  • RAHASIA DI AKHIR TASYAHUD

    Sukses, ternyata tidak lepas dari kecerdikan dalam memilah dan memanfaatkan kesempatan, apapun bentuk kesuksesan itu. Sehingga memerankan strategi yang baik sangatlah penting dalam kehidupan seorang muslim.

  • SAATNYA AKU TIADA LAGI BERMIMPI

    Hunian super mewah di dunia belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hunian yang Allah sediakan di surga. Untuk memilikinya pun bukanlah mimpi, bahkan seorang mukmin yang paling miskin pun bisa meraihnya, dan hal itu bukanlah perkara yang mustahil.

  • HAK-HAK ANAK TERHADAP ORANG TUA

    Hak-hak anak bagi orang tua ibarat biji-bijian yang hendak ditanamnya. Apabila biji-bijian ini ketika sebelum maupun setelah ditanamnya diperhatikan dan dirawat dengan baik, niscaya ia akan menjadi tanaman yang subur dan menghasilkan buah yang baik lagi banyak.

  • DOSA-DOSA PACARAN

    Cukuplah bagi kita, khususnya orang tua atau mereka yang di bawah tangannya tergenggam amanah akan pendidikan maupun perkembangan anak-anaknya, bahwa fakta maupun realita yang kerap terdengar dan menjadi santapan sehari-hari kita menunjukkan akan buruknya akibat dari sebuah pacaran.

Sisi Lain Anak [ Mahasiswa ] LIPIA

Kampus LIPIA, menurut yang saya ketahui hanya dikenal oleh beberapa kalangan saja. Kampus ini tidaklah seperti layaknya kampus-kampus lain, baik yang negeri atau swasta, seperti halnya UI, UGM, UNPAD, UNDIP, UNIBRAW, ITB atau yang lainnya yang tiada asing lagi bagi kalangan pelajar dan akademis lainnya.

Adapun LIPIA hanya sebatas dikenal di kalangan akademis ilmu syar’i saja dan beberapa masyarakat tertentu, seperti di kalangan para santri pondok pesantren, ma’had moderen, pelajar aliyah, dan yang semacamnya, dan itu pun tidak semuanya, masih banyak mereka yang belum mengenal dan ada sebagian yang mendoktrin para santrinya untuk tidak menimba ilmu syar’i di LIPIA.

Alasannya – menurut saya pribadi – karena LIPIA hanya menyajikan satu fakultas saja, yaitu fakultas syariah jurusan muqaranatul madzahib [ perbandingan madzhab ]. Inilah yang menjadi sebab kampus LIPIA hanya dikenal di beberapa kalangan saja, hal ini berbeda sekali dengan kampus-kampus lain yang menyediakan banyak pilihan fakultas dan jurusan yang menjadi favorit bagi sebagian kalangan akademis yang hendak melanjutkan pendidikan tingginya.

Di samping itu, kuliah di fakultas syariah atau bertakhoshush [ berkonsentrasi ] pada pendidikan syariah masih kurang diminati oleh banyak pelajar dan mendapat respon dari sebagian orang tua, karena menurut sebagian besar mereka bahwa prospek kuliah di fakultas yang berbau agamis kurang menjanjikan dari sisi ekonomi ke depannya.

Inilah paradigma dan pola pikir yang telah menjangkit banyak orang tua yang kemudian tertelurkan pada anak-anak mereka. Tentunya belajar ilmu syar’i bukanlah dipetakan untuk seperti yang apa mereka harapkan, akan tetapi ia lebih disiapkan untuk menghilangkan kebodohan agama, mengubah pola pikir, mental, kepribadian, dan akhlak yang telah banyak menyimpang di masyarakat. Inilah tujuan dari pendidikan ilmu syar’i yang diharapkan menjadi rem dan tolak ukur dalam amalan atau muamalah lainnya agar tidak membawa kemudaratan bagi manusia yang lainnya.

Sebenarnya, kalau saya perhatikan sendiri bahwa belajar di LIPIA tidaklah sebatas belajar ilmu syar’I semata. Banyak hal yang perlu dikembangkan lagi dari materi syariah yang telah dipelajarinya di kelas, bisa berupa belajar mengenal pola pikir manusia, sikap, perilaku, akhlak, cara bergaul, cara berbisnis yang syar’I, bagaimana bersikap akan keragaman manusia, cara berbijak terhadap kehidupan kota yang sangat keras dan menantang, dan masih banyak lainnya.

Pula, hendaknya tidaklah seorang Mahasiswa bercukup diri mempelajari apa yang menjadi mata kuliah di kelasnya, akan tetapi ia harus lebih mengembangkan sendiri dan menambah maklumat lainnya dengan banyak membaca referensi lain dan mengikuti acara-acara yang menyuguhkan banyak pengetahuan dan pengalaman tambahan lain yang bisa dijadikan modal setelah lulusnya dari kampus LIPIA.

Adapun keadaan Mahasiswa LIPIA sebenarnya tiadalah jauh berbeda dengan Mahasiswa dari kampus-kampus lainnya dalam hal belajar hidup dan kemandirian dalam hidup, tentunya yang ingin menjadi objek pandangan saya dalam hal ini hanyalah mereka yang dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Karena mereka yang berasal dari kalangan yang berkocek tebal tentu tiada mengalami kesulitan dalam kuliahnya, terutama masalah biaya pendidikan dan biaya hidup yang jauh dari orang tua dan kampung halaman. Mereka cukup berkata, “ mamah, opah, atau abang “ saat dompetnya telah menipis, mereka hanya tinggal menunggu transferan dari kedua orang tuanya.

Hal ini berbeda sekali dengan kalangan Mahasiswa yang berasal dari keluarga yang pas-pasan atau bahkan dari keluarga yang serba kekurangan namun memiliki semangat akademis yang tinggi untuk merubah masa depannya. Banyak kita temukan di berbagai kampus tentang perjuangan dan kerja keras mereka untuk mempertahankan diri tetap bisa lulus dari kuliahnya.

Dan perihal ini banyak terjadi pula di Kampus LIPIA, apalagi rata-rata Mahasiswa LIPIA berasal dari kalangan keluarga yang biasa-biasa saja secara ekonomi atau bahkan terbilang lebih susah lagi dari apa yang terbayangkan oleh kita. Terlebih lagi bagi mereka yang menikah selama masih masa pendidikan. Bagi mereka, kewajibannya telah tersita dan terbagi lagi untuk keluarga dan anak-anaknya. Di sinilah perjuangan dan kerja keras yang harus digengam eratnya dalam hidupnya disamping harus tetap semangat menuntut ilmu syar’i.

Akan tetapi yang membuatnya unik dan berbeda antara perjuangan dan pengalaman hidup para Mahasiswa LIPIA dan Mahasiswa dari kampus-kampus pada umumnya selama masa kuliah ialah terletak dalam balutan syar’I yang menghiasinya. Dan ini hanya penilaian secara umum saja dan itulah fakta pada umumnya, meski banyak pula anak-anak dari kampus lain yang terhiasi oleh nilai-niali syar’I dalam muamalah kesehariannya.

Kalau kita perhatikan, banyak Mahasiswa LIPIA yang tersibukan oleh kegiatan-kegiatan di luar kampus untuk menambah pemasukan finansial demi biaya hidup dan keberlangsungannya tetap kuliah di Jakarta.

Ada di antara mereka ada yang sibuk dengan mengajar privat materi sekolah pelajar SD atau SLTP, mengajar privat ngaji anak-anak, mengisi kajian bapak-bapak atau ibu-ibu, mengajar di pondok pesantren atau ma’had pada jam sore atau hari libur kuliah, mengajar ngaji anak-anak TPQ.

Ada pula yang sibuk menerjemah kitab-kitab arabic dari tawaran beberapa penerbit, menulis artikel di beberapa majalah, surat kabar, atau ada pula nyambi menulis buku yang kemudian di tawarankan hak ciptanya ke penerbit. Dan semua kegiatan-kegiatan di atas masih nyambung dan tidak jauh dari apa yang mereka pelajari di kampusnya.

Dan itulah nasib dan rizki yang telah terbagikan kepada mereka, masing-masing sesuai dengan kemampuan dan kelebihan yang telah Allah titipkan kepada mereka.

Namun, yang lebih menarik lagi, banyak Mahasiswa LIPIA yang bergelut di bidang lain hanya demi mendapat tambahan sisi finansialnya untuk menyokong biaya hidup di Ibu Kota Jakarta. Selama hal itu halal dan boleh secara syara’, maka ia menjadi pilihan untuk menjadi salah satu mata air tambahan finansialnya. Meski sebenarnya semua Mahasiswa LIPIA terbebas dari biaya kuliah dan mendapat beasiswa penuh yang sangat membantu dalam pembiayaan hidup kesehariannya, namun beasiswa itu tidak bisa di andalkan dalam setiap bulannya, dalam arti bahwa beasiswa itu tidak bisa dicairkan dalam setiap bulannya, sehingga tanpa adanya tambahan pemasukan lain, tentu hal itu sangat menyulitkan bagi mereka.

Yang menarik bagi saya, bahwa tanpa segan dan malu para Mahasiswa LIPIA sebagai penimba ilmu syar’I mau bergelut dengan kesibukan-kesibukan lain di luar kampusnya yang mungkin menurut sebagian orang terkesan tiada kualitasnya. Tapi menurut mereka selama itu halal dan baik, maka tiadalah ia tercela dan hina sedikitpun dalam pandangan Allah.

Dari yang saya ketahui, ada di antara mereka yang jualan centhong [ sendok besar untuk nasi ] selepas kuliah di KRL sepanjang jurusan Bogor – Jakarta Kota, jualan kopi panas di malam tahun baru di sekitar MONAS, jualan nasi uduk dan menerima pesanan untuk acara tertentu, jualan pernik-pernik [ seperti sisir, jepet rambut, jarum pentul, dan yang semacamnya ], jualan keripik singkong yang digoreng dan dikemas sendiri.

Adapula yang jualan pulsa dan jual-beli HP, bisnis jual-beli asesoris computer, jual-beli motor bekas, jualan baju-baju yang ditawarkan ke warga dan di beberapa perumahan, bisnis herbal, jual gorengan dan nasi goreng di kelas, jual susu sapi murni dan segar, bahkan di kelas saya ada yang jualan balok [ gorengan singkong yang di iris kotak kecil-kecil mirip balok ].

Juga ada yang produksi sule [ susu kedelai ] dan di pasarkan setiap harinya, atau terapi bekam dan pijat, ada pula yang membuka pangkas rambut, ada pula yang produksi roti kecil-kecilan yang dititipkan di beberapa kos teman-temannya, atau jualan makanan kecil yang dititipkan pula di tempat kontrakan teman-temannya, bahkan ada teman saya yang jualan serabi yang disetok di kelas dan warung di daerah Mampang. Dan masih banyak kesibukan-kesibukan lain yang menjadi keunikan dan pengalaman sendiri bagi para Mahasiswa LIPIA khususnya.

Intinya, semuanya itu adalah pengalaman dan pembelajaran hidup bagi para Mahasiswa LIPIA di samping harus sibuk menimba ilmu syar’i. Sesungguhnya belajar itu tidaklah sebatas di kelas atau di lingkup kampus saja, apa yang kita lakukan, yang terlihat, yang terdengar, dan teralami, semua itu adalah proses belajar dan bagian dari pembelajaran yang sarat nilai dan makna bagi si empunya kelak di kemudian hari.

Akhir kata, semoga Allah senantiasa membentangkan keberkahan dan kebaikan dalam setiap langkah para Mahasiswa LIPIA. Dan semoga Allah menganugerahkan kepada mereka ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan manusia lainnya, dan terhamparkan kemanfaatannya itu di setiap pelosok negeri. Amiin

Wallohu a’lam bishowab
Share:

Uniknya Mahasiswa/i Lipia

Kampus Lipia yang tepatnya berdiri kokoh di dua menara kembar depan Mall Pejaten Village memiliki keunikan tersendiri kalau di lihat dari dunia perkampusan yang ada di seluruh Indonesia.

Kampus ini, sebagian orang lebih mengenalnya dengan kampus arab, karena menurut mereka yang dipelajari adalah bahasa arab dan ilmu syariah yang bahasa pengantarnya hanya memakai bahasa arab, atau karena ia adalah cabang dari Universitas islam Muhammad Ibnu Saud Saudi Arabia, dan mayoritas dosennya berasal dari jazirah arab, seperti Arab Saudi, Mesir, Sudan, Syiria, Yaman dan yang lainnya, dan mereka semua berbahasa arab.

Dan di kampus ini ada tiga tingkatan, I'dad [ Tingkat persiapan bahasa, ditempuh selama dua tahun ], Takmili [ Tingkat penyempurnaan bahasa, ditempuh selama satu tahun ], dan Syariah [ tingkat pendalaman ilmu syariah, ditempuh selama empat tahun ]. Disamping bebas dari biaya pendidikan, Masing-masing tingkatan mendapat beasiswa [ uang pesangon ] dalam setiap bulannya, untuk tingkat Syariah dan takmili mendapat 200 real, kalau dirupiahkan sekitar 500 ribu, sementara tingkat I'dad hanya 100 real, dan jika dirupiahkan sekitar 250 ribu. Tergantung kurs yang ada.

Ini satu sisi keunikan kampus Lipia dari kampus-kampus lainnya.

Adapun Mahasiswa/i-nya yang berasal dari seantero negeri ini yang berjumlah ribuan, dan ada pula dari negeri seberang, seperti thailand, filipina, malaysia dan China, mereka juga terlihat unik, dan lain daripada yang lain.

Karena keterbatasan ruang belajar, sementara para peminat untuk belajar di Lipia terus meningkat dalam setiap tahunnya, Mahasiswa Lipia terbagi menjadi dua sesi, kelas shobahi [ masuk pagi ] dan kelas masai' [ masuk sore ].

Antara Mahasiswa dan Mahasiswi juga dipisah dalam ruang belajar masing-masing. Mereka tidak dicampur dalam satu ruang belajar layaknya di kampus-kampus yang lain, meski mereka satu tingkatan dan jurusan. Untuk para Mahasiswa juga tidak ada dosen perempuan yang mengajar disiplin mata kuliah tertentu, dosen perempuan hanya diperkenankan mengajar para Mahasiswi, sementara dosen laki-laki hanya mengajar para Mahasiswa dengan bertatap muka secara langsung, adapun para Mahasiswi hanya bisa mengambil faidah mata kuliah yang disampaikannya melalui layar lebar dikelasnya yang terhubung lewat kamera di ruang Mahasiswa.

Inilah keunikan metode belajar para Mahasiswa di Lipia,dan hal itu sangat berdampak positif adanya bagi mentalitas dan akhlak yang terbangun bagi Mahasiswa/i.

Di samping itu,semua Mahasiswi berhijab dengan baik, banyak di antara mereka yang berniqab [ bercadar menutup sebagian besar muka ], banyak pula yang tidak dan hanya berjilbab. Semua itu kembali pada keyakinan masing-masing tentang wajib tidaknya bercadar.

Intinya, semua Mahasiswi menutup aurat dengan baik, tidak ada yang memakai celana panjang, ketat, atau membuka aurat yang menjadi kemuliaan seorang wanita seperti yang sering kita temukan di kampus-kampus lainnya, baik negeri atau swasta.

Kalau kita perhatikan saat jam masuk atau pulang, pasti kita lihat pemandangan yang sangat lain dari kampus yang lainnya. Saat mereka pulang atau berangkat, tak ada satu pun Mahasiswa yang berjalan dengan seorang Mahasiswi, atau membocengkannya, melainkan ia adalah isterinya. Selain itu, mereka hanya berjalan dengan teman sejenisnya, dan tak ada yang bermesraan atau gandengan dengan lawan jenisnya.

Hal ini sangat berbeda sekali terlihatnya jika kita survei langsung di kampus-kampus lain. Begitu bebasnya laki-laki dan perempuan bercampur baur, entah sekedar ngobrol, makan di kantin, atau mengerjakan tugas kuliah. Pemandangan semacam ini tak tampak sama sekali di kampus Lipia. Jadi, tak terlintas dan tak dikenal adanya istilah pacaran antar Mahasiswa dengan Mahasiswi di Kampus Lipia.

Untuk security saja terbagi dua, khusus Mahasiswi adalah seorang perempuan. Dan untuk Mahasiswa seorang laki-laki. Dan di saat ada tugas atau sesuatu yang lain yang melibatkan Mahasiswi, maka tugas itu disampaikan lewat security perempuan atau lewat telephone untuk mengambil tugas yang dititipkan lewat security perempuan.

Kesimpulannya, keunikan yang mungkin teranggap asing bagi sebagian masyarakat yang tertampak di Lipia,bukanlah sebuah kebijakan aneh yang tiada berdasar sama sekali dari sisi syariat. Justru,semua itu adalah usaha penerapan syariat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak,fitrah dan sosial kemasyarakatan.

Dengan metode semacam itu telah berdampak positif dalam perkembangan akhlak dan mentalitas para Mahasiswa/i yang membuktikan akan kebenaran sabda Rasulullah yang telah tertuturkan bermasa abad yang lalu,bahwa larangan berkhulwah, ikhtilat, tabaruj dan sufur bagi seorang wanita,karena hal itu sangatlah buruk dampaknya bagi kehidupan masyarakat.

Coba bandingkan dan tanyakan kepada para Mahasiswa/i di kampus lain, apa dampak negatif dan keburukan lain yang muncul terakibat bebasnya untuk berbaur dan berhubungan antara laki-laki dan perempuan ?

Wallohu a'lam bishowab
Share:

PALING BANYAK DIBACA

ARSIP

Followers